Menjaga Niat yang Lurus

  • By Garuda Indonesia Haji
  • 15/05/2023
Para tamu Allah SWT memulai perjalanan mulianya dari seluruh penjuru negeri, dilepas dengan isak tangis para kerabat dan handaitaulan. Inilah ujung dari sebuah penantian yang menguji kesabaran, menguras air mata sepanjang malam bermunajat kepada Sang Khaliq, do’a penuh harap,  agar bisa menjadi salah satu tamu Allah tahun ini.  Ongkos perjalanan dan perbekalanpun telah dipersiapkan dari penyisihan rupiah demi rupiah, sekian tahun lamanya.


Labbaik Allahumma labbaik: Aku penuhi pangilanMu Ya Allah, aku penuhi panggilanMu…suara itu terus menggema, merasuki seluruh relung sanubari, menggetarkan hati dan semakin membulatkan tekad  Sang Tamu untuk segera sampai di Tanah Suci. Air mata terus berderai bercucuran, tak terasa membasahi pipi sepanjang perjalan menunju bandara keberangkatan.
Namun, perjalanan Sang Tamu masih panjang, perjuangan masih butuh banyak pengorbanan dengan bermodal keikhlasan dan kesabaran, yaitu nanti pada saat pelaksanaan ibadah haji.  Labbaik Allahumma labbaik…..


Ikhlas, inilah kata-kata yang teramat mudah diucapkan, namun tidak semudah pelaksanaannya yang menjadi salah satu syarat diterimanya setiap amal ibadah.
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Allah SWT tidak memandang kepada rupa (penampilan)mu dan hartamu, tetapi Allah memandang kepada hatimu dan amal perbuatanmu.” (Hr. Muslim)
Dari Abu Umamah al Bahili r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal, kecuali yang dilaksanakan dengan ikhlas dan semata-mata mengharap keridhaan-Nya.” (Hr. Nasai)
Ulama nasehatkan, agar kita senantiasa ber-takhsikhunniyat, memperbaiki niat, yaitu : luruskan niat sebelum kita beramal; tuluskan niat pada saat kita sedang beramal; dan senantiasa menutup rapat-rapat niat setelah kita beramal agar senantiasa karena mencari ridlo Allah (SWT).

 
Karena itulah, niat kita berupa keinginan untuk melaksanakan ibadah haji, mari kita letakkan semata-mata hanya ditujukan untuk mendapatkan ridlo Allah SWT. Bukan ingin mendapatkan sesuatu yang lain : berupa materi dan kebendaan dunia atau hanya ingin sekedar gengsi, ingin  mendapat julukan Pak Haji atau Bu Hajjah atau sekedar ada huruf “H” di depan nama kita.
Demikian pula pada saat kita sudah berada di Mekkah dan Madinah, serta melaksanakan prosesi ibadah haji, jaga diri kita jangan sampai terlintas perasaaan ‘ujub - lebih dari yang lain dan riya’ - ingin dipuji oleh jama’ah lain atas ibadah dan kebaikan yang kita lakukan.
“Maka celakalah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya, juga orang-orang yang riya’….” (Qs. Al Ma’un 107: 4-6).

 

Cobaan bagi para jama’ah yang sering kami jumpai adalah pada saat di Bandara Haji Jeddah ataupun di Madinah, pada saat periode kepulangan. Ujian terakhir ini dialami para jama'ah haji pada saat menunggu pesawat jika terjadi keterlambatan beberapa jam karena penuhnya  gate bandara yang terbatas, atau pesawat mengalami kerusakan.  Sebagian  jama’ah haji ada yang tidak sabar, sehingga menunjukkan perilaku dan omongan yang kurang layak diucapkan oleh seseorang selepas menunaikan ibadah haji yang agung.
Ujian nyata pun akan dialami setibanya para jama’ah haji di tanah air dan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai kita tersinggung apabila teman, tetangga atau kerabat, tidak memanggil kita dengan sebutan Haji atau Hajjah. Jangan pula kita marah, jika di depan nama kita tidak tercantum huruf “H” atau “Hj”. Jika hal-hal tersebut terbesit dalam hati kita, jangan-jangan ibadah haji kita tidak ikhlas karena Allah SWT.


Dari Syaddad bin Aus r.a. berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang shalat karena riya, sungguh ia telah berbuat syirik (menyekutukan Allah); barang siapa yang berpuasa karena riya, sungguh ia telah berbuat syirik; dan barang siapa bersedekah karena riya, maka sungguh ia pun telah berbuat syirik” (Hr. Ahmad, bagian dari hadist yang panjang).  


Hadist ini menjelaskan, bahwa sekalipun dalam amal, berniat karena Allah SWT, namun jika ada tujuan lain yaitu agar dilihat dan dipuji manusia (sekecil apapun), maka ia telah menjadikan manusia itu sebagai sekutu bagi Allah SWT. Inilah salah satu bentuk syirik, karena amal tersebut tidak murni karena Allah. Amal seperti ini tidak akan menghasilkan pahala, bahkan layak mendapatkan siksa.
Karena itulah menjaga amal agar betul-betul ihklas karena Allah, adalah hal yang tidak mudah. Untuk itu kita senantiasa memohon kepada Allah SWT agar tetap diberikan taufiq dan hidayah - Nya, sehingga kita senantiasa beramal ikhlas karena Allah. Apalagi ibadah haji, yang telah kita lakukan dengan bersusah payah, pengorbanan luar biasa,  yang dijanjikan oleh Allah bertempat di surga, bagi setiap haji yang mabrur. Amien.


Kami keluarga besar Garuda Indonesia, khususnya unit Pelayanan Haji, mengucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Haji, serta ikut mendoakan, semoga menjadi Haji yang Mabrur.

Billahittaufiq Wal Hidayah,
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh